• Welcome to @donisuitela Official Site

    Stories, Experiences, IT Tutorial, Soccer and Many more

  • Cara aman dan asik berbelanja online

    Ubahlah cara belanja Anda agar tidak ketinggalan zaman. Bagaimana caranya? Lihat disini

Tuesday, April 24, 2018

Seminggu di Pulau Bangka (Liburan Ceng Beng) Bagian I - Family Time

Pulau Bangka adalah salah satu pulau di selatan Sumatera, pulau ini terkenal sebagai penghasil Timah. Pada masa lalu sekitar tahun 1700an Masehi, kesultanan di Palembang mempekerjakan tenaga kerja dari Tiongkok yang lebih berpengalaman dalam menambang Timah dibanding tenaga kerja lokal. Masyarakat Tionghoa tersebut kemudian berdatangan dalam beberapa tahapan hingga tahun 1800an dan kemudian beranak cucu di pulau Bangka. Hal ini menjadikan masyarakat Tionghoa menjadi suku kedua terbanyak di Pulau ini setelah Melayu.

Buat saya pulau ini juga bersejarah karena dari sinilah pasangan hidup saya berasal. Jadi ini adalah pertama kalinya saya menginjakan kaki di Pulau Bangka, dan saya siap untuk memulai petualangan liburan ini. Sebagian keluarga istri saya masih mempraktekan sembahyang cengbeng yaitu suatu masa dimana masyarakat Tionghoa berziarah ke makam keluarga yang sudah meninggal berdoa dan memberikan hadiah berupa makanan dan minuman dsb untuk keluarga yang sudah meninggal tersebut.Saya menghormati budaya ini, masyarakat Tionghoa sangat kekeluargaan dan menghormati orang tua baik yang masih ada maupun yang sudah meninggal dan ini adalah nilai-nilai yang layak untuk dipertahankan.

Salah Satu Makam Keluarga Istri Saya

Kami telah menyusun jadwal untuk dijalani selama seminggu di Bangka, tujuannya adalah berkunjung ketempat keluarga istri saya, mengunjungi tempat wisata terutama pantai dan tentu saja menikmati kuliner khas Bangka. Untuk yang terakhir ini saya sangat antusias, bahkan ini mungkin prioritas utama saya dalam liburan ini haha.

Baiklah mari kita mulai tujuan awal selain berziarah ke pemakaman adalah menemui keluarga istri saya yang ada disana. Kami mulai dengan suatu tempat bernama Soeng Hin, ya dari namanya saja sudah bernuansa Tiongkok ini. Terletak diutara Kota Pangkalpinang, desa ini sangat sepi menurut saya hingga saya membandingkannya dengan jalan sentani - waena sebelum pada sekitar 2011 sebelum seramai sekarang tentunya, yah hampir sama dengan kampung harapan di sentani mungkin tapi maaf kalo ternyata sudah beda.

Rumah Keluarga istri di Shoen hin Bangka
Disekitar komplek rumah keluarga saudara dari istri saya ini, juga terdapat komplek pemakaman Tionghoa yang cukup luas dan dikelilingi oleh kebun jeruk. Kami sempat berkeliling dan melakukan panen jeruk, meski cuaca siang itu terik tapi saya sangat bersemangat untuk mengumpulkan jeruk-jeruk ini, lumayan banyak kami dapat dan jadi bawaan oleh-oleh. Kebun jeruk ini juga diselingi pohon cabai ditengahnya namun tidak terlalu banyak.

Hari berikutnya kami berkunjung ke rumah Thai Ku istri saya, Thai ku ini berarti kira-kira mamatua kalo orang Ambon bilang yang berarti juga Kakak Perempuan dari Ayah (Saya menyimpulkan semua yang berakhiran Ku berarti dari keluarga Ayah dan kalo berakhiran Ji ini berarti dari keluarga ibu) dan Thai berarti Tua. Kalo ada yang mengerti dan ternyata saya salah hehe mohon dibenarkan ya. 

Suasana Halaman Rumah Thai Ku
Ok kita lanjut kepada bahasan yang lebih seru, ini soal perkampungan di Bangka. Masih di kota Pangkalpinang namun kita bisa menemukan tempat yang sejuk dan tenang untuk hidup, ini beda dengan di Pulau Jawa yang sangat crowded. Jadi dirumah Thai Ku ini terdapat juga peternakan Babi, yang mana babinya sangat gemuk dan sehat. Saya tidak pernah berkunjung ke tempat seperti ini sebelumnya. Disini juga tumbuh pohon dukuh yang besar dan sangat banyak. Kami menggoyang pohon Dukuh ini dan memakannya sampai kenyang, sementara anak saya tertarik dengan ternak babi yang berkeliaran di hutan sekitar rumah dan dia merekam dan memotret babi-babi itu. Hmmm, tidak setiap hari kita dapat pemandangan seperti ini bukan, jadi nikmatilah kawan.

Melihat Kandang Babi di Bangka


Anak saya mengagumi babi-babi yang berkeliaran bebas

Kandang Babi di Bangka
Mama Babi di kandangya
Kami menggoyang pohon dukuh dan langsung menikmatinya
Pangkalpinang ini memberikan tawaran untuk hidup yang tenang, menikmati hari tua. Yah moga nanti lah ya kalo sudah mau pensiun boleh juga tinggal disini hehe. Duduk-duduk di baranda, baru minum kopi, makan pisang goreng bercengkrama dengan keluarga. Sangat layak untuk diperjuangkan nih nanti kalau sudah mau pensiun.

Tapi lebih dari semua, saya sangat kagum dengan budaya masyarakat Tionghoa yang sangat kekeluargaan dan menghormati leluhur. Budaya yang kuat dan sangat ingin saya terapkan. Baiklah sekian dulu bahasan tentang Bangka, akan dilanjut bahasan berikutnya mengenai Pantai-Pantai dan objek wisata alam lainnya disini. Jadi ditunggu ya. Sinmung, Terimakasih.

Tuesday, February 20, 2018

Hidup Sebagai Ambon Kart

Saya lahir dan dibesarkan di Jawa Barat tepatnya kota Bogor. Ya buat saya Bogor adalah kota kecil dengan berjuta kenangan. Selama lebih dari 27 tahun hidup saya dihabiskan dikota ini dan seperti anak muda rumahan lainnya di Jawa Barat, saya siap untuk menghabiskan seluruh hidup saya dikota ini. Singkat kata saya sudah jadi orang Jawa barat aseli lho.

Meskipun demikian, dalam pergaulan sehari-hari dimana saya tinggal disebuah kampung bernama Leuwikotok yang berbahasa sunda yang jauh dari kata halus. Mempertimbangkan warna kulit dan bentuk hidung yang berbeda tetap saja dari dalam hati saya tahu bahwa saya orang Ambon. Saya belum pernah ke Ambon semenjak lahir ke dunia ini dan Bapak saya yang aseli ambon pun tidak pernah mengajak saya kesana bahkan untuk sekedar liburan, Itulah yang dinamakan Ambon Kart. 

Saya bisa berbahasa Sunda khas Bogor yang bernuansa "aing sia", nilai bahasa sunda saya tidak jelek dan saya pun punya garis keturunan sunda aseli dari nenek saya yang orang Sukabumi, jadi saya bisa mengklaim bahwa saya adalah orang sunda 25%, dan saya sangat bangga akan hal itu.

Makan-makan dengan Alm Nenek Saya di Sukabumi
Tahun berganti tahun dan nasib membawa saya untuk bekerja di sebuah BUMN bidang perposan. Permasalahan terjadi ketika saya memperkenalkan diri dimana selalu saya katakan bahwa saya dari Bogor padahal teman-teman dan para senior, dengan melihat casing dan nama marga saya sudah tahu bahwa "ah sudahlah ngaku aja kamu dari mana" kemudian dengan setengah suara saya mengakui bahwa "iya pak/bu saya dari Ambon tapi belum pernah kesana" lalu keluarlah gelak tawa dari teman-teman.

Sebagai Ambon Kart ada hal-hal yang dimiliki orang Ambon yang besar di Ambon yang saya tidak miliki. Seperti kepercayaan diri dalam menyanyi, main gitar dan juga satu lagi ya berenang. Bagaimana saya bisa berenang kalau berenang aja cuma disusukan yang sempit dan gak dalem dan maaf sering banyak lele koneng. Apa itu lele koneng ya udahlah, gak usah dibahas ya. Selain dari itu satu lagi yang saya gak punya yaitu sikap tegas, harus diakui saya cenderung cengengesan tapi seiring berjalan waktu saya belajar untuk tegas. Hmm semoga bisa ya.

Itulah beratnya hidup sebagai Ambon Kart, kadang orang mungkin kecewa karena berharap saya bisa nyanyi atau main gitar atau nagih hutang hahaha. Tapi ya saya gak bisa, atau anggap aja belum bisa ya.

Warna kulit gelap ini juga membawa saya ke suatu pengalaman baru, saya kemudian ditempatkan di ujung timur Indonesia yaitu Jayapura. Sebagai orang Jawa barat awalnya saya takut untuk ke Papua. Jantung saya dag dig dug dan napas susah diatur ketika mendengar pengumuman penempatan. Tapi saya pasrah saja dan coba menjalani dengan berharap ada banyak pengalaman baru yang bisa mengubah mental saya menjadi lebih pemberani.

Di Jayapura permasalahan baru sebagai Ambon Kart muncul. Orang Ambon terkenal kuat minum disini, bukan minum air putih tapi ya taulah ya, minum sofi. ini adalah minuman khas Ambon yang mengandung alkohol yang rasanya yah lumayan panas dileher lha. "Doni ko orang ambon to? kmari ko minum dulu" seru rekan kerja senior yang berbadan besar. "Ah tidak bapak sa tra tau minum sa orang Bogor" kata saya beralasan, tapi ya mau tak mau saya hampiri karena takut pace dia marah. Akhirnya saya minum juga tapi ya cuma 2 sloki saja kemudian saya pamit dengan alasan melanjutkan pekerjaan. Lalu Bapak dia bilang "Ok doni kam lanjut sudah, kerja yang baik ya, kasih betul itu semua komputer-komputer yang rusak itu" saya jawab "baik bapak terimakasih"

Petualangan saya di Jayapura berakhir dan saya dipindahkan ke Bandung, ibukota Jawa Barat dengan tutur bahasa yang halus. Saya mengerti bahasa sunda halus tapi untuk berbicara bahasa halus bibir saya berat dan lebih memilih bahasa Indonesia. Hanya percakapan dengan teman seumuranlah saya berani berbahasa Sunda.

Kembali kemasalah Ambon Kart, Beban saya sebagai Ambon Kart adalah saya tidak pernah ke Ambon, adalah hal yang memalukan bagi saya sebagai orang Ambon yang tidak pernah ke Ambon. Teman-teman di Bandung selalu bilang "Masa orang Ambon gak pernah ke Ambon, wah Ambon kw nih haha" Jadilah saya bahan tertawaan.

Penempatan di Kantor Pusat Bandung membawa saya ke Perjalanan Dinas yang mengelilingi Indonesia, dan Akhirnya yang saya nantikan terjadi ya akhirnya saya bisa jalan dinas ke Ambon. Sejarah mencatat tepat pada hari valentine 2018 saya menginjakan kaki pertama kali dipulau Ambon tepatnya di Bandara Patimura Ambon. Sebuah pengalaman spiritual bagi saya ini seperti perjalan ziarah rohani ke Yerusalem, atau ke vatikan hehe. bahkan lebih dari itu, saya merasa lengkaplah sekarang saya bisa mengatakan bahwa saya orang Ambon haha plong.

Mendarat di Bandara Pattimura Ambon

Perjalanan dinas saya cuma 2 hari semalam saja dan hal yang pertama saya lakukan adalah saya pergi ke negeri suli tempat Bapak saya berasal. Bukan hal sulit bagi saya untuk menemukan kampung bapak saya karena disamping Ambon hanya pulau kecil tapi juga bekerja di Pos ya tinggal tanya orang Pos saja dimana alamat dan cling dia langsung tau. Orang Pos itu seperti google map tau semua alamat, percayalah. Jadi kalo untuk pengiriman ke daerah-daerah pakai pos ya jangan yang lain (Iklan).

Akhirnya saya bisa berfoto dengan keluarga besar saya di Ambon, menginap di kampung suli yang sangat dingin dan masih bernuansa hutan. tak perlu foto-foto ditempat wisata disana. Cukup dengan foto-foto dirumah keluarga di Suli saya sudah puas. Mendengar cerita om dan tante tentang masa lalu dan masa kini keluarga besar kami. Sungguh mengalirkan dopamine diotak saya dan memberi ketenangan pada jiwa saya.

Berfoto dengan Om dan Tante di Ambon
Dengan Bapa Minggus atau Bapabong

Akhirnya seorang Ambon Kart ini menginjak Ambon dan sah sebagai orang Ambon. Cuma 2 hari yang singkat tapi saya berterima kasih kepada teman-teman di Kantor Pos Ambon yang ramah-ramah dan mengantarkan saya ke Suli dan juga untuk makan papeda dengan kepala ikan yang besar dan enak. Juga keluarga besar Suitela di Suli yang menyambut saya penuh kehangatan. Saya tidak akan melupakan ini. Terima kasih, Dangke banyak lai

Saya akan melanjutkan hidup saya sebagai Ambon Kart dengan penuh kebanggaan. Sebagai orang Ambon yang penuh kasih sayang namun tegas, selalu dekat dengan keluarga dan menghormati orang tua seperti tertulis dan terdengar dalam lagu-lagu Ambon yang romantis. Tentang mama, tentang papa, tentang maytua, tentang anak.

Sekali lagi Dangke Banyak Lai ........