Pulau Bangka adalah salah satu pulau di selatan Sumatera, pulau ini terkenal sebagai penghasil Timah. Pada masa lalu sekitar tahun 1700an Masehi, kesultanan di Palembang mempekerjakan tenaga kerja dari Tiongkok yang lebih berpengalaman dalam menambang Timah dibanding tenaga kerja lokal. Masyarakat Tionghoa tersebut kemudian berdatangan dalam beberapa tahapan hingga tahun 1800an dan kemudian beranak cucu di pulau Bangka. Hal ini menjadikan masyarakat Tionghoa menjadi suku kedua terbanyak di Pulau ini setelah Melayu.
Buat saya pulau ini juga bersejarah karena dari sinilah pasangan hidup saya berasal. Jadi ini adalah pertama kalinya saya menginjakan kaki di Pulau Bangka, dan saya siap untuk memulai petualangan liburan ini. Sebagian keluarga istri saya masih mempraktekan sembahyang cengbeng yaitu suatu masa dimana masyarakat Tionghoa berziarah ke makam keluarga yang sudah meninggal berdoa dan memberikan hadiah berupa makanan dan minuman dsb untuk keluarga yang sudah meninggal tersebut.Saya menghormati budaya ini, masyarakat Tionghoa sangat kekeluargaan dan menghormati orang tua baik yang masih ada maupun yang sudah meninggal dan ini adalah nilai-nilai yang layak untuk dipertahankan.
Salah Satu Makam Keluarga Istri Saya |
Kami telah menyusun jadwal untuk dijalani selama seminggu di Bangka, tujuannya adalah berkunjung ketempat keluarga istri saya, mengunjungi tempat wisata terutama pantai dan tentu saja menikmati kuliner khas Bangka. Untuk yang terakhir ini saya sangat antusias, bahkan ini mungkin prioritas utama saya dalam liburan ini haha.
Baiklah mari kita mulai tujuan awal selain berziarah ke pemakaman adalah menemui keluarga istri saya yang ada disana. Kami mulai dengan suatu tempat bernama Soeng Hin, ya dari namanya saja sudah bernuansa Tiongkok ini. Terletak diutara Kota Pangkalpinang, desa ini sangat sepi menurut saya hingga saya membandingkannya dengan jalan sentani - waena sebelum pada sekitar 2011 sebelum seramai sekarang tentunya, yah hampir sama dengan kampung harapan di sentani mungkin tapi maaf kalo ternyata sudah beda.
Disekitar komplek rumah keluarga saudara dari istri saya ini, juga terdapat komplek pemakaman Tionghoa yang cukup luas dan dikelilingi oleh kebun jeruk. Kami sempat berkeliling dan melakukan panen jeruk, meski cuaca siang itu terik tapi saya sangat bersemangat untuk mengumpulkan jeruk-jeruk ini, lumayan banyak kami dapat dan jadi bawaan oleh-oleh. Kebun jeruk ini juga diselingi pohon cabai ditengahnya namun tidak terlalu banyak.
Hari berikutnya kami berkunjung ke rumah Thai Ku istri saya, Thai ku ini berarti kira-kira mamatua kalo orang Ambon bilang yang berarti juga Kakak Perempuan dari Ayah (Saya menyimpulkan semua yang berakhiran Ku berarti dari keluarga Ayah dan kalo berakhiran Ji ini berarti dari keluarga ibu) dan Thai berarti Tua. Kalo ada yang mengerti dan ternyata saya salah hehe mohon dibenarkan ya.
Hari berikutnya kami berkunjung ke rumah Thai Ku istri saya, Thai ku ini berarti kira-kira mamatua kalo orang Ambon bilang yang berarti juga Kakak Perempuan dari Ayah (Saya menyimpulkan semua yang berakhiran Ku berarti dari keluarga Ayah dan kalo berakhiran Ji ini berarti dari keluarga ibu) dan Thai berarti Tua. Kalo ada yang mengerti dan ternyata saya salah hehe mohon dibenarkan ya.
Suasana Halaman Rumah Thai Ku |
Melihat Kandang Babi di Bangka |
Anak saya mengagumi babi-babi yang berkeliaran bebas |
Kami menggoyang pohon dukuh dan langsung menikmatinya |
Tapi lebih dari semua, saya sangat kagum dengan budaya masyarakat Tionghoa yang sangat kekeluargaan dan menghormati leluhur. Budaya yang kuat dan sangat ingin saya terapkan. Baiklah sekian dulu bahasan tentang Bangka, akan dilanjut bahasan berikutnya mengenai Pantai-Pantai dan objek wisata alam lainnya disini. Jadi ditunggu ya. Sinmung, Terimakasih.
0 komentar:
Post a Comment